Selasa, 22 April 2014

Wisata: Lawang Sewu


Lawang Sewu menjadi salah satu yang paling dibicarakan tentang kota Semarang. Tidak hanya namanya saja yang unik, terkadang bagi sebagian orang ada yang mengaitkan dengan mistis. Apapun itu, Lawang Sewu merupakan bangunan bersejarah, berkali-kali menjadi kantor operasional lembaga pemerintah, dan kini menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Semarang.


  1. Lawang Sewu berasal dari kosakata bahasa Jawa. Lawang adalah pintu dan Sewu adalah seribu. Iya, Lawang Sewu berarti Pintu Seribu dalam bahasa Indonesia. Mengapa seribu? Apakah seperti candi sewu di Yogyakarta karena jumlahnya seribu? Penamaan Lawang Sewu ini berkaitan erat dengan desain bangunan itu sendiri. Karena banyaknya pintu di bangunan itu makanya orang Semarang tempo dulu menyebutnya Lawang Sewu yang menggambarkan betapa banyak pintu sebuah bangunan.

  1. Lawang Sewu terletak di kawasan pusat keramaian kota Semarang, tepatnya di sebelah timur lau Tugu Muda. Gedungnya mencolok dan terletak bersebelahan dengan gedung Pandanaran. Dulunya ketika pertama kali dibangun pada tahun 1904 masehi, Lawang Sewu digunakan sebagai kanto Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). NIS menugaskan professor Jacob F. Klinkhamer dari sekolah tinggi teknik Delft dan B.J. Ouendag seorang arsitek yang berdomisili di Amsterdam.

  1. Seluruh proses desain Lawang Sewu dilakukan di Belanda. Melihat cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan Lawang Sewu digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Sekaligus dengan kelengkapan gambar kerjanya, dibuat dan ditandatangani di Amsterdam pada tahun 1903.


Jumlah pintu bangunan ini memang tidak persis seribu buah. Hanya karena ciri khasnya bangunan dnegan banyak pintu dan jendela ini disebut dengan Lawang Sewu.

Selepas kemerdekaan Republik Indonesia, bangunan Lawang Sewu digunakan sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang bernama PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Selanjutnya, penrah pula dipakai oleh militer sebagai kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro). Kementrian Perhubungan pernah pula kantor wilayah (kanwil)-nya berkantor di Lawang Sewu ini.

Lawang Sewu sarat dengan peristiwa historis menjelang kemerdekaan RI dari penjajah Belanda. Ketika itu terjadi pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober – 19 Oktober 1945). Gedung ini menjadi saksi bisu pertempuran hebat antara Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) melawan Kempetai dan Kidobutai, pasukan bentukan penjajah Jepang. Saat ini, bangunan tua Lawang Sewu telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh unit Pelestarian Benda bersejarah PT. KAI Persero.

Sejarah kota Semarang tidak bisa dilepaskan atau dilupakan dari masa ketika orang-orang Cina singgah di pesisir utara daratan Semarang. Laksamana Cheng Ho, salah seorang pengembara muslim dari Cina yang diyakini sebagai orang Cina pertama yang menginjakkan kakiya di Semarang. Di Gang Lombok, salah satu pusat keberadaan Pecinan di Semarang terdapat replica kapal Laksamana Cheng Ho yang diapungkan di Sungai.

Lumpia Khas Semarang Selain kapal Laksamana Cheng Ho, di Gang Lombok ini pula diakui sebagai cikal bakal pertama kali makanan khas Semarang, Lumpia, diperkenalkan kepada masyarakat. Gang Lombok menjadi markas besar penjual Lumpia. Bahkan bagi pelancong setia kota Semarang tentu hafal bahkan sudah akrab dengan pemilik warung lumpia yang sangat ramai bahkan terkenal dan berkali-kali diliput oleh surat kabar di Gang Lombok ini. Warung Lumpia di Gang Lombok yang sudah masyhur ini adalah warung lumpia favorit untuk oleh-oleh. Bahkan diyakini sebagai penyedia lumpia yang rasanya masih orisinil. Warung lumpia itu dikelola secara turun temurun yang kini sudah generasi ketiganya. Lumpia khas Semarang terdapat dua macam, yaitu lumpia basah dan lumpia goring. Lumpia akan semakin lengkap kelezatannya jika ditemani dengan selada, saus khas Semarang yang kental, serta daun bawang segar (loncang).

Begitulah Semarang, paduan tempat wisata dan makanan khasnya sudah tenar ke seluruh penjuru negeri. Liburan ke Semarang, tak lengkap jika tidak ke Lawang Sewu dan menenteng lumpia sebagai buah tangannya.